DONATE

Selasa, 14 April 2009

Bay' Al-Inah: Pengenalan Ringkas

oleh: Muhammad Nawawi Hakim, Medan Indonesia

Pendahuluan

Jual beli dengan cara Al-‘Inah adalah seseorang menjual suatu barang dengan harga tertentu secara kredit lalu ia kembali membelinya dari pembeli dengan harga yang lebih sedikit secara kontan. Hakikatnya ia tidaklah dianggap sebagai jual beli, melainkan hanya sekedar pinjaman riba yang disamarkan dalam bentuk jual beli dan termasuk bentuk hilah (tipu daya) orang-orang yang senang melakukan riba.

Jual Beli Dengan Cara Al-‘Inah

Jual beli dengan cara Al-‘Inah adalah seseorang menjual suatu barang dengan harga tertentu secara kredit lalu ia kembali membelinya dari pembeli dengan harga yang lebih sedikit secara kontan.
Hakikatnya ia tidaklah dianggap sebagai jual beli, melainkan hanya sekedar pinjaman riba yang disamarkan dalam bentuk jual beli dan termasuk bentuk hilah (tipu daya) orang-orang yang senang melakukan riba.

Contoh : Ahmad menjual barang kepada Muhammad dengan harga Rp. 1.000.000,- secara kredit selama satu bulan, kemudian Ahmad atau yang mewakilinya kembali datang kepada Muhammad membeli barang tersebut dengan harga Rp. 800.000,- secara kontan.
Kasus ini banyak terjadi di zaman ini, seperti seseorang yang hanya memegang uang sebesar 20 juta sedang ia mempunyai kebutuhan yang sangat mendesak sebesar 200 juta, maka datanglah orang tersebut ke sebuah perusahan mobil yang mempunyai bagian penjualan dan bagian pembelian kemudian mengkredit dari bagian penjualan sebuah mobil senilai 220 juta dengan membayar panjar menggunakan uang yang dia pegang sebanyak 20 juta. Setelah mengambil mobilnya ia datang kepada bagian pembelian dan menjual mobil tersebut dengan 200 juta. Inilah yang disebut dengan jual beli dengan cara Al-‘Inah.

Jadi ukurannya, kapan barang tersebut jatuh kembali kepada pihak penjual maka ia terhitung sebagai jual beli dengan cara Al-‘Inah.
Demikian pula hilah (tipu daya) segitiga yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qoyyim dengan contoh seorang fakir yang butuh uang lalu ia pun datang seorang seorang pedagang. Oleh si pedagang ia diajak ke toko untuk mengambil barang apa saja yang ia inginkan. Si fakir mengambil sebuah barang dengan harga Rp. 1.000.000,-, yang oleh si pedagang dinilai 1.200.000,-. Karena si fakir sebenarnya hanya butuh uang maka barang tersebut kembali dijual kepada pemilik toko dengan harga yang lebih rendah dari 1.000.000,-.

Hukumnya

Jual beli secara Al-‘Inah adalah haram dan tidak diperbolehkan menurut Jumhur ulama (kebanyakan ulama). Hal tersebut diriwayatkan dari ‘Aisyah, Ibnu ‘Abbas, Anas bin Malik, Ibnu Sirin, Asy-Sya’by, An-Nakh’iy dan juga merupakan pendapat Al-Auza’iy, Ats-Tsaury, Abu Hanifah, Malik, Ahmad dan Ishaq.
Disisi lain Imam Asy-Syafi’iy dan pengikutnya membolehkan jual beli dengan cara Al-‘Inah.

Tarjih

Tidak diragukan bahwa yang benar dalam masalah ini adalah haramnya jual beli dengan cara Al-‘Inah. Adapun Imam Asy-Syafi’iy dan pengikutnya, mereka berdalilkan dengan Hadits Abu Sa’id dan Abu Hurairah riwayat Al-Bukhary dan Muslim :

“Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mempekerjakan seorang di Khaibar. Maka datanglah dia kepada beliau membawa korma Janib (korma dengan mutu sangat baik) maka Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bertanya : “Apakah semua korma Khaibar seperti ini ? ia menjawab : “Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, kami mengganti satu sho’ dari (korma Janib) ini dengan dua sho’ (dari korma jenis lain) dan dua sho’nya dengan tiga sho’. Maka Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda : Jangan kamu lakukan seperti itu, juallah semua dengan dirham (mata uang perak) lalu dengan dirham itu belilah korma Janib.”

Sisi pendalilannya : Sabda beliau “juallah semua dengan dirham (mata uang perak) lalu dengan dirham itu belilah korma Janib” berlaku umum sehingga kalau korma jelek itu dibeli oleh pemilik korma Janib lalu dengan uang dari hasil penjualan korma jelek itu oleh pemiliknya kembali dibelikan korma Janib, berarti uangnya kembali kepada pemiliknya.

Dan tentunya pendalilan diatas tidaklah kuat karena tipu daya riba nampak dengan sangat jelas pada jual beli dengan cara Al-‘Inah tersebut, apalagi telah datang hadits yang sangat tegas tentang haram jual beli secara Al-‘Inah sehingga harus dijadikan sebagai dalil khusus yang membatasi keumuman dalil yang disebutkan oleh Imam Asy-Syafi’iy dan pengikutnya.

Ibnul Qoyyim dalam Tahdzibus Sunan menerangkan dalil-dalil tentang haramnya jual beli dengan cara Al-‘Inah. Diantara yang beliau sebutkan adalah hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shollallahu ‘alahi wa ‘ala alihi wa sallam :
“Apabila kalian telah berjual beli dengan cara Al-‘Inah dan kalian telah ridho dengan perkebunan dan kalian telah mengambil ekor-ekor sapi dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kepada kalian suatu kehinaan yang (Allah) tidak akan mencabutnya sampai kalian kembali kepada agama kalian”. (HR. Abu Daud dan lain-lainnya dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah No. 11).

Hadits di atas adalah ancaman yang sangat keras dan peringatan yang sangat tegas berupa kehinaan bagi orang yang melakukan pelanggaran yang tersebut dalam hadits yang diantaranya adalah jual beli dengan cara Al-‘Inah. Bahkan seakan-akan pelakunya sama kedudukannya dengan orang yang keluar dari agama sehingga di akhir hadits dikatakan, “maka Allah akan menimpakan kepada kalian suatu kehinaan yang (Allah) tidak akan mencabutnya sampai kalian kembali kepada agama kalian”. Semua ini menunjukkan haramnya jual beli dengan cara Al-‘Inah. Demikian keterangan Ash-Shon’any dan Asy-Syaukany.


Rujukan

Baca : Al-Ifshoh 5/247-248, Al-Inshof 4/335, Al-Fatawa 29/446, Tahdzibus Sunan 5/99-109, Subulus Salam 3/75-77, Nailul Author 5/218-221, Taudhihul Ahkam 4/412-413 (Cet. Kelima), Al-Syarah Al-Mumti’ 8/223-230, Al-Mudayanah keduanya karya Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Al-Farq Bainal Bai’i war Riba fii Asy-Syari’atul Islamiyah karya Syaikh Sholih bin ‘Abdullah Al-Fauzan, AL-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyah.

Tiada ulasan: